counters

Rabu, 20 Februari 2013

Hak Waris Anak Satu Ibu Lain Bapak



ada beberapa hal yang perlu difahami sehubungan pembagian harta warisan dari orang tua . permasalahanya adalah sebagai berikut :

Seorang Ibu pernah menikah pertama (suami Pertama) mempunyai 2 anak yaitu 1 anak laki dan 1 anak perempuan. setelah itu suami pertama meningggal dunia dan si Ibu tadi menikah lagi (suami kedua) mempunyai 7 anak yaitu 5 laki2 dan 2 perempuan, sekarang keduanya telah meninggal dunia dari hasil perkawinannya si ibu  telah meninggalkan harta warisan berupa 3 buah tanah berikut bangunannya, pertanyaanya adalah :

1. kita tidak tau apakah tanah dan bangunan yang dimiliki tersebut hasil dari perkawinan dari suami pertama atau suami kedua.?

2. Bagaimana pembagian harta warisannya dari setiap anak laki2 dan perempuan dari suami pertama dan anak laki2 dan perempuan dari suami kedua? berapa besarnya  atau Presentasenya?

3. Menurut informasi harta warisan itu berasal dari hak waris yang diberikan orang tua si Ibu  (Kakek ) bagaimana pembagian warisannya ?

4. apakah hasil penjualan harta warisan itu harus dikeluarkan zakatnya ?

5. apabila para ahli waris sepakat memberikan salah satu harta kepada salah satu anak kandungnya apa boleh? dan bagaimana caranya?

Jawaban:


1. Yang pertama harus dipastikan adalah status kepemilikan harta milik ibu Anda. Apakah memang telah diberikan secara syah dan sepenuhnya oleh ayahnya atau oleh suaminya atau tidak. Bila memang pernah diberikan secara syah, baik oleh ayahnya atau oleh suaminya, tentu sudah menjadi hak milik ibu Anda sepenuhnya. Dan barulah harta itu boleh dibagikan kepada anak-anaknya atau ahli waris lainnya kalau ada.

Sebaliknya, bila harta itu dimiliki secara bersama, maka perlu dipastikan berapa perses nilai kepemilikan ibu Anda dan berapa persen nilai kepemilikan suaminya, baik suami pertama maupun suami kedua.

Semua mungkin bisa didapatkan kepastiannya dengan melakukan musyawarat dengan keluarga, termasuk anak-anak dari kedua belah pihak.

2. Setiap anak baik dari suami pertama maupun dari suami kedua kedudukannya sama dalam pembagian harta warisan. Yang membedakan hanyalah jenis kelamin mereka. Kalau dia anak laki-laki maka dia berhak mendapatkan warisan 2 kali lipat dari yang diterima anak wanita. Sedangkan apakah dia anak dari istri pertama atau istri kedua, tidak ada pengaruhnya.

Anak-anak almarhum ini mendapatkan harta warisan dengan sistem ashabah. Yaitu sisa harta setelah diberikan dahulu sebelumnya kepada ahli waris dari kalangan ashhabul furudh.

Siapakah ashhabul furudh ? Mereka antara lain adalah :

Suami, jatahnya adalah ¼ dari total harta warisan bila almarhumah tidak punya anak. Bila tidak ada ahli waris lainnya selain suami, maka anak-anak sebagai ashabah mendapatkan sisanya, yaitu ¾ dari total harta.

Sedangkan bila almarhum tidak punya anak, jatahnya ½ dari total harta warisan bila almarhumah tidak punya anak.

Ayah dan Ibu, masing-masing jatahnya adalah 1/6 dari total harta warisan. Bila ayah atau ibu ada, maka sebelum diberikan kepada ashabah, harta itu harus diberikan dulu kepada ibu atau ayah.

Sedangkan bila almarhumah tidak punya anak, jatahnya adalah 1/3 dari total harta warisan bila almarhumah tidak punya anak.

Selain mereka masih banyak lagi anggota keluarga yang menjadi ashabul furudh. Yang kami sebutkan adalah yang paling sering muncul namanya saja dan kasus seperti ini.

3. Bila memang ada informasi sumber harta kekayaan almarhum berasal dari harta orang tuanya, maka semakin jelas status kepemilikan harta itu bukan berasal dari suami-suaminya.

4. Pada dasarnya tidak ada kewajiban berzakat untuk harta warisan yang diterima. Kecuali ijtihad beberapa ulama di masa sekarang ini sebagai perluasan dari hukum zakat. Sehingga memang ada ijtihad yang demikian namun hukumnya paling tidak menjadi khilaf yang nyata.

Namun bila kita telusuri kitab-kitab fiqih yang muktamad, umumnya memang tidak menyinggung-nyinggung masalah kewajiban membayar zakat tatkala seseorang menerima harta warisan.

5. Yang penting warisan itu dibagi dulu berdasrkan ilmu hukum waris yang syar`i, barulah setelah jelas hak masing-masing, silahkan saja kalau satu sama lain ingin saling memberi hibah. 

Tidak ada komentar: