counters

Rabu, 08 Agustus 2012

Bekal Hidup


Diceritakan, pada masa lalu penduduk Yaman tidak suka membawa bekal dalam perjalanan, termasuk perjalanan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Mereka merasa cukup dengan tawakal kepada Allah. Namun, mereka ternyata menjadi telantar, lalu melakukan hal-hal yang tak terpuji, seperti meminta-minta, mencuri, dan merampas. Lalu, Allah berfirman:
 ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌۭ مَّعْلُومَٰتٌۭ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍۢ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
 ''(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.'' (Al-Baqarah: 197).

Bekal yang dimaksud dalam ayat di atas, menurut pakar tafsir al-Razi, mengandung dua pengertian, yaitu bekal fisik material (bekal dunia) dan bekal mental spiritual (bekal akhirat). Ini karena perjalanan yang dilakukan oleh manusia juga ada dua macam, yaitu perjalanan di alam dunia (safar fi al-dunya) dan perjalanan keluar dari alam dunia menuju negeri akhirat (safar minal dunia).

Kedua perjalanan ini membutuhkan bekalnya sendiri-sendiri. Perjalanan di alam dunia membutuhkan bekal makanan, minuman, kendaraan, dan sejumlah uang, sedangkan perjalanan menuju akhirat membutuhkan bekal yang lain lagi, yaitu iman dan takwa.

Perintah berbekal dalam perjalanan di dunia, menurut al-Razi, mengandung pula perintah agar manusia mengambil dan mempersiapkan bekal yang lebih baik lagi dalam perjalanan menuju akhirat. Dalam Alquran, perkara dunia dan akhirat itu sering disebut bersama. Selain tentang bekal di atas, perhatikan pula misalnya mengenai perintah berpakaian. Ketika disebut pakaian fisik, maka disebut pula pakaian takwa, libas al-taqwa 

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًۭا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًۭا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
  Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
(Al-A'raf: 26).

Dikatakan pula di sini bahwa pakaian takwa adalah sebaik-baik pakaian, sebagaimana bekal takwa adalah sebaik-baik bekal. Bekal takwa seperti dikemukakan di atas merupakan bekal yang paling baik bagi manusia. Takwa secara bahasa bermakna sesuatu yang dapat menjaga dan memelihara diri dari kerusakan. Menurut Sheikh Muhammad Abduh, takwa adalah perkara yang membuat seseorang terjaga dan terpelihara dari azab dan murka Allah. Perkara itu tidak lain adalah iman, amal saleh, dan investasi kebaikan (al khair) dan kebajikan (al-birr).

Dalam suatu pengertian takwa dipandang sebagai akumulasi dari keseluruhan nilai yang diajarkan oleh Islam. Dalam pengertian ini, takwa menunjuk pada satuan-satuan nilai yang banyak sekali jumlahnya yang secara keseluruhan menggambarkan semangat dan cita-cita ideal Islam yang harus diwujudkan oleh kaum beriman. Dalam Alquran, adil dipandang sebagai nilai takwa (Al-Maidah: 8). Iman kepada Allah, shalat dan zakat, juga dinamai takwa

 ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًۭى لِّلْمُتَّقِينَ
 ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
 Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa
 (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
 (Al-Baqarah: 2-3). 
Begitu pula, memberikan infak, mengendalikan amarah, memaafkan, dan berbuat baik kepada sesama manusia, semuanya dinamakan takwa
 وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
 ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
 وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
 (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
 Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
 (Ali Imran: 133-135).

Takwa menjadi bekal terbaik, karena ia akan mengantar manusia memperoleh kebahagiaan abadi dan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT di akhirat kelak. 

 إِنَّ ٱلْمُتَّقِينَ فِى جَنَّٰتٍۢ وَنَهَرٍۢ
 فِى مَقْعَدِ صِدْقٍ عِندَ مَلِيكٍۢ مُّقْتَدِرٍۭ
''Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.
.'' (Al-Qamar: 55). Semoga kita masih memiliki cukup waktu untuk memperbanyak bekal

Tidak ada komentar: